Friday, May 8, 2020
MENYIBAK SEJARAH DI YOGYA
Pers Masa Perjuangan, Pers Idealis
YOGYA (KR) - Pers Indonesia di masa perjuangan berangkat bukan sebagai industri seperti yang sekarang ini, namun sebagai alat perjuangan. Hal ini membuat pers muncul sebagai alat idealisme yang mengobarkan semangat perjuangan rakyat. Persoalan manajemen pengelolaan seringkali tidak diperhatikan sehingga banyak media yang bertumbangan.
Hal tersebut mengemuka dalam seminar Peranan Pers Pada Masa Revolusi Fisik 1949 yang diselenggarakan Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta di Ruang Seminar Museum Benteng Vredeburg, Selasa (23/6). Tampil sebagai narasumber Bupati Bantul Idham Samawi dan Pemimpin Redaksi SKH Kedaulatan Rakyat Octo Lam-pito.
"Saya memang tidak mengalami secara langsung peristiwa saat KR mulai berdiri, namun dari cerita pelaku di masa itu rasa memiliki media sebagai alat perjuangan sangat besar," kata Idham Samawi yang merupakan putra dari Samawi, pendiri SKH Kedaulatan Rakyat. Digambarkan, beberapa pendiri KR sampai harus mengundurkan diri dari KR karena mereka aktif dalam politik. Hal itu dilakukan agar KR tetap independen serta tidak menjadi media partisan.
"Bahkan ketika beberapa media massa di Yogyakarta kekurangan kertas atau tidak bisa membayar tagihan listrik, KR sampai mau me-minjami kertas serta melu-nasi tunggakan listrik. Di masa kini hal itu sulit dilakukan, karena media lain dianggap sebagai saingan," kata Idham Samawi.
Pada masa perjuangan, pers muncul tidak dengan semangat dunia industri, namun dari idealisme. Tidak adanya iklan yang masuk seringkali, membuat pere menjadi limbung bahkan bubar.
Menurut Octo Lampito, pada masa pergerakan nasional surat kabar biasanya berumur pendek, tidak ada investor sehingga pimpinan surat kabar biasanya merangkap wartawan, sekaligus pemilik modal, dan belum ada investor. Pada masa itu bekerja di lingkungan media berarti sama saja dengan menjejakkan satu kakinya di penjara. (Apw)-z
Share this
Recommended
Disqus Comments