Monday, May 18, 2020
Mantan Menkes Terbelit Alkes
Achmad Sujudi terancam 20 tahun penjara dalam perkara dugaan korupsi alat kesehatan. Menerima uang Rp 700 juta dari rekanan.
Berbalut kemeja merah bergaris dan berceiana cokelat, Achmad Sujudi duduk di kursi pesakitan. Tampak diam terpaku. Matanya menatap meja majelis hakim dengan pandangan, yang menerawang. Cuma jemari tangannya di atas paha yang sesekali bergerak.
"Saya akan mengajukan keberatan melalui penasihat hukum," ucap pria yang menjabat Menteri tahun 2001-2004 ini. Kamis pekan lalu, lelaki 69 tahun ini menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor, Kuningan, Jakarta Selatan. Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwanya dengan tuduhan melakukan korupsi proyek pengadaan alat kesehatan medik untuk daerah kawasan timur Indonesia dan Palang Merah Indonesia (PMI) Pusat pada 2003 yang merugikan negara RplO4,4 miliar.
Tim JPU yang terdiri dari Muhibuddin, Chatarina Muliana, Risma Ansari, dan Afni Carolina menyatakan, Sujudi melakukan tindak pidana korupsi bersama Direktur Utama PT Kimia Farma, Gunawan Pranoto dan Direktur PT Rifa Jaya Mulia, Rinaldi Yusuf.
Jaksa Muhibuddin menguraikan, Sujudi menunjuk langsung PT Kimia Farma dengan bekerja sama dengan Dirut-nya Gunawan Pranoto, sebagai rekanan proyek pada Agustus 2003. Achmad menunjuk langsung PT Kimia Farma dan PT Rifa Jaya Mulia sebagai pelaksana pengadaan alat kesehatan medik oleh Depkes untuk rumah sakit umum daerah (RSUD) di Kawasan Indonesia Timur (KTI) dengan menggunakan anggaran biaya tambahan daftar isian proyek (ABT-DIP) sebesar Rpl90,4 miliar.
Sujudi beralasan penunjukan langsung dilakukan karena waktu pelaksanaan yang mendesak dan sudah ada kesepakatan penunjukan langsung dengan dua rekanan. Namun, JPU punya pandangan lain. Penunjukkan langsung dianggap melanggar Keppres No. 18 tahun 2000 tentang pengadaan barang dan jasa di pemerintahan dan UU No. 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan negara. ,
Gunawan lantas bekerja sama dengan Rinaldi Yusuf untuk menyepakati penentuan merk dan spesifikasi alat kesehatan. Setelah itu, Gunawan menunjuk PT Kimia Farma untuk bekerjasama dengan PT Rifa Jaya Mulia.
Data mengenai merk, tipe, dan spesifikasi alat kesehatan yang akan diadakan dalam proyek tersebut dengan mencantumkan harga yang telah digelembungkan. Setelah melewati proses administrasi penunjukan langsung PT Kimia Farma dan PT Rifa Jaya Mulia, Sujudi bertemu dengan Gunawan Pranoto dan Rinaldi Yusuf di kediaman Sujudi pada Oktober 2003. Dalam pertemuan itu, mereka membahas niat PT Putria Pratama Hayu milik dr. Sulastri untuk ikut dalam proyek. Sujudi menegaskan bahwa pengaturan pelaksanaan proyek diserahkan Bepenuh-nya kapada Gunawan Pranoto dan Rinaldi Yusuf. Dalam pelaksanaannya, Gunawan dan Rinaldi membagi proyek senilai Rp 190 miliar itu kepada empat perusahaan, yaitu PT Rifa Jaya Mulia, PT Berca Indonesia, PT Prima Semesta Internusa, PT Arun Prakarsa Indonesia, dan PT Penta Valent.
Setelah melalui serangkaian proses administrasi, PT Kimia Farma menerima pembayaran bertahap senilai Rp34,l miliar dan Rpl36,4 miliar. Padahal perusahaan itu belum melaksanakan penyerahan seluruh item barang sesuai dengan lampiran kontrak. Usai menerima pembayaran, uang pembayaran itu dibagikan kepada perusahaan lain yang terlibat dalam proyek tersebut.
Sujudi dan sejumlah pegawai Depkes juga diduga kecipratan dari sebagian dari uang pembayaran itu. JPU menguraikan pihak-pihak menikmti fulus tersebut. Sujudi menerima Kp700 juta secara bertahap. Pegawai Depkes yang diduga menerima aliran dana antara lain Sekjen Depkes Dadi S Argadiredja (Rp700 juta), Direktur Jenderal Pelayanan Medik Sri Astuti S. Soeparmento (Rp500 juta), dan Direktur Pelayanan Medik dan Gigi Spesialistik Achmad Hardiman (Rp500 juta). Sedangkan rekanan proyek juga menikmati keuntungan, yaitu Gunawan Pranoto (Rp52 miliar), dan Rinaldi Yusuf Rp27,3 miliar).
Saat penyidikan, Sujudi mengembalikan uang Kp 700 juta ke Komisi Pemberantas Korupsi (KPK). Pengembalian uang juga dilakukan sejumlah pegawai Depkes lainnya dengan total mencapai Rp 1,2 miliar. Direktur Jenderal Pelayanan
Medik Depkes, Sri Astuti, juga turut mengembalikan uang sebesar Rp 500 juta.
Meskipun demikian atas perbuatan Sujudi, negara dirugikan hingga Rp 104,46 miliar. Sujudi pun didakwa dalam dakwaan primer dengan Pasal 2 ayat (1) ITU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Ia didakwa dalam dakwaan subsider dengan Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Ancaman hukuman dalam pasa] itu adalah penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar.
Humphrey Djeinat, kuasa hukum Sujudi, mengatakan kliennya bukanlah pihak yang harus bertanggungjawab dalam kasus tersebut. Kata dia, pengadaan alat kesehatan itu dilatarbelakangi adanya kesenjangan kondisi dan taraf kesehatan di kawasan Timur Indonesia dibandingkan kawasan Barat Indonesia.
Depkes terlibat di program ini lantaran departemen ini menguasai persoalan teknis. Sebelum dijalankan, program ini disetujui Komisi TV dan VII DPR. Lantaran mendesak, DPR mendorong agar pengadaan alat kesehatan itu dilakukan melalui penunjukan langsung.
Di bari yang sama, Kepala Biro Perencanaan dan Anggaran Departemen Kesehat-
an, Mardiono, juga menjalani sidang perdana. Seperti halnya Sujudi, Mardiono terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara karena diduga melakukan tindak pidana korup-si dalam pengadaan alat rontgen untuk puskesmas di daerah terpencil.
"Terdakwa secara diri sendiri melawan hukum, memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi," kata JPU Agus Salim di persidangan. Menurut JPU, Mardiono bersama dengan rekannya Budiarto Maliang dan Edy Suranto melanggar Keppres pengadaan barang dan jasa.
Mardiono diduga sudah memperkaya kolega dan rekanan. Seperti Budiarto Maliang (Rp 2,45 miliar), Edy Surranto (Rp 50 juta), panitia penerima barang (Rp 19 juta), PT Kimia Farma Trading Distribution (Rp 1,71 miliar), dan sejumlah perusahaan lain. Akibat tindakannya, negara dirugikan Rp 9,48 miliar.
Mardiono didakwa dengan dakwaan primer Pasal 2 ayat (1) UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP. Lantaran menyalahgunakan kewenangan atau sarana yang ada padanya karena jabatan selaku pejabat pembuat komitmen, ia didakwa dalam dakwaan subsider Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP, uyuuaw
Share this
Recommended
Disqus Comments