Monday, May 18, 2020
Sensus 2020 dan Kesehatan Masyarakat
Oleh Fatmah Af rianty Gobel
Simak Juga di www.tribun-timur.com
PADA tanggal 1-31 Mei mendalang, agenda sepuluh-tahunan berupa sensus penduduk akan kembali digelar guna mendapatkan daiadasarjumlah penduduk seluruh Indonesia. Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997, Badan Pusat Statistik (BPS) wajib menyampaikan statistik dasar jumlah penduduk dengan menyelenggarakan Sensus Penduduk.
Sensus penduduk secara modern sudah berlangsung selama lima kali, dimulai pada tahun 1961, 1971, 1980, 1990, dan terakhir tahun 2000. Sebelum Indonesia merdeka, sensus penduduk pernah dilakukan pada tahun 1930.
Pada sensus penduduk (SP) [.ihini 2000 silam, penduduk Indonesia berjumlah 205,ljutajiwa, sekitar 121 juta (61,1 persen) diantaranya berdiam di Pulau Jawa dengan tingkat kepadatan 103 j iwa per kilometer per segi. Laju penumbuhan penduduk terbilang tinggi dimana pada tahun 2009 mencapai sekitar 1,4 persen, sementara angka jang ditargetkan sebesar 1,3 persen per tahun.
Hal ini disebabkan tingkat kelahiran penduduk masih tinggi, meski menurun angkanya. Pada SP 1971, angka kelahiran sekitar lima anak per wanita usia reproduksi, maka kini telah turun menjadi dua anak per wanita.
Penurunan tingkat kelahiran penduduk disebabkan oleh meningkatnya pemakaian pil dan alat kontrasepsi pada pasangan usia subur. Pada tahun 2002, penggunaan alat dan pil kontra-sepsi diperkirakan mencapai 60 persen, namun angka penumbuhan penduduk masih cukup tinggi.
Hal ini disebabkan partisipasi pria dalam pemakaian alat kontrasepsi masih rendah hanya sekitar 2,7 persen.
Rendahnya partisipasi pria dalam ber-KB pun ada penyebabnya yakni keterbatasan jenis alat kontrasepsi bagi laki-laki dan keterbatasan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi pada kalangan pria, disamping persoalan kesetaraan dan keadilan jender. Berdasarkan SP 2000, Indonesia merupakan negara keempat terbesar penduduknya setelah Cina, India dan Amerika Serikat.
Pada SP 2010 kali ini, diprediksi jumlah rumah tangga yang akan dicacah berjumlah sekiiar65juta rumah tangga. Mcnurut sebuah media online (Aetik.com), untuk menjalankan pencacahan dilibatkan sekitar 700 ribu pencacah jang akan menanyakan 43 variabel pertanyaan, sementara pada SP 2000 hanya 17variabel pertanyaan.
Para pencacah tersebut diharapkan berasal dari wilayah setempat sehingga mengenali wilayah kerjanya secara baik. Pencacah tersebut sebelumnya dilatih secara intensif selama tiga hari kemudian diterjunkan ke lapangan. Wilayah pencacahan pada SP 2010 meliputi 33 provinsi, 497 kabupaten/kota, dan 1 jum lebih RT/RW dan 726 ribu wilayah pencacahan.
Hasil lengkap SP 2010 ren-
cananva akan diumumkan pda Agustus 2011, sementara penyampaian hasil sementara pada bulan Agustus 2010. Anggaran yang dibutuhkan untuk SP 2010sebesar Rp 3,3 triliun dengan proporsi sekitar 70 persen dari total anggaran itu untuk proses pencatatan.
Pemerintah Indonesia sangat berkepentingan dengan ketersediaan data Sensus Penduduk 2010 untuk kebijakan pembangunan nasional. Misalnya data tentang penduduk miskin dapat digunakan oleh Deparlemen Sosial (Depsos) untuk pelaksanaan program pengemasan kemiskinan.
Data tentangjumlah penduduk buta huruf bermanfaat bagi Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) untuk program pemberantasan buta huruf. Daa kepemilikan rumah berguna bagi Kantor Kementrian Negara Perumahan Rakyat, data status pn kiwi nan dan jumlah penduduk asli 17 ulum ke ans berguna bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk program pendataan wajib pilih pada pemilu (pilkada/pileg/pilpres).
Selain pemerintah Indonesia yang berkepentingan dengan data penduduk, badan dunia pun berkepentingan seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Bahkan PBB menyerukan agar negara-negara dunia melakukan sensus penduduk pada tahun yang bersamaan dan banyak nogara png melakukan
sensus pada tahun 2010.
Selain Sensus Penduduk, BPS juga rutin melakukan Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS). SUPAS sendiri sudah diselenggarakan sebanyak empat kali masing-masing tahun 1976,1985, 1995 dan terlahir ulum 2005. SUPAS 2005 lalu dilaksanakan selama bulan Juni dan dirancang khusus untuk mendapatkan data statistik kependudukan yang dapal dibandingkan dengan hasil SP 2000. Data yang dikumpulkan meliputi karakteristik demografi, ketenagakerjaan, dan sosial budaya. Karakteristik demografi jong dikumpulkan adalah mengenai fertilitas, mortalitas dan migrasi, serta riwayat kelahiran dan kematian anak dari wanita pernah kawin.
Keterangan png dihimpun dibidang ketenagakerjaan mencakup lapangan usaha,jenis pekerjaan, dan status pekerjaan. Dau sosial budaya mencakup tingkat pendidikan, kondisi tempat tinggal, dm kegiatan penduduk lanjut usia (lansia). SUPAS 2005juga mencakup pelaporan kejadian vital kelahiran, kematian, dan perpindahan.
Sensus penduduk sebenarnya bukan hanya sekadar mencacah jumlah penduduk secara total. Kalau sekadar mengciahuijumlah penduduk, sudah dikenal metode proyeksi penduduk berdasarkan asumsi kecenderungan fertilitas, mortalitas dan migrasi penduduk
antarprovinsi.
Mis.ilnv.i untuk proyeksi penduduk perki li.m dikenal metode lilian rural growth difference (IRGD) dangan menggunakan selisih penumbuhan penduduk daerah perkotaan dan penduduk daerah pedesaan.
Caranya padi tahap pertama, dihitung proveksi penduduk Imlonesia, kemudian proyeksi penduduk per provinsi. Jika proyeksi penduduk per piinina ini dijumUh-km. nuk.i lu.siW.1 tidak .ikm siui.i dengan proyeksi iH-nduduklndo-in M.i. sehingga untuk menyam* kannya dDakukan iterisi, dengan pendu! luk Indonesia sebagai pa tokan. Pada tahap terakhir bam dilalui fam jnTlimingan proyebi penduduk daerah perkotaan.
Sensus Kesehatan
Pada tahun 2007silam, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Departemen Kesehatan pernah melaksanakan Sensus Kesehatan Penduduk. Sensus kesehatan ketika itu diberi label "Program Riset Kesehatan Dasar Masyarakat" berbasis kabupaten/kota meli]um wilayah 440 kabupaten/ kota di seluruh Indonesia atau sekitar 280 ribu rumah tangga.
Setiap wilayah dibagi ke dalam blok sensus yang dibuat oleh BPS. Tercatat blok sensus terpadat adalah Kon Bandung dengan 136 blok, sedang terendah adalah Papua dengan 13 blok.
Total biaya kegiatan tersebut mencapai Rp 120 miliar dengan hasil yung didapatkan berupa data dasarsuuus kesehatan penduduk serta pengambilan spesimen darah dari para penduduk.***
Share this
Recommended
Disqus Comments